Hari
ini, lihat berita di TV ada sekolah di NTT yang batal menyelenggarakan UN hari
pertama. Alasannya sederhana, soal UN belum tiba. Apa yang mau dikerjakan klau
soalnya saja tidak ada. Di belahan lain Indonesia tercinta, ada siswa SMP yang
mendapat soal UN untuk SMK, ada soal yang tak lengkap yang mengharuskan
pengawas memfotokopi soal UN. Saya hanya geleng-geleng kepala karena baru
seminggu lalu masalah seperti ini terjadi. Apa tidak ada yang bisa dipelajari
dari
kesalahan-kesalahan minggu lalu? Belum lagi dana yang tidak sedikit yag telah dialokasikan untuk penyelenggaraan UN? Apa tidak ada pertanggungjawabannya? (pertanggungjawaban berupa laporan pasti ada dan terperinci, tapi pertanggungjawaban moral telah menghabiskan dana yang besar tanpa hasil yang memenuhi standar?)
kesalahan-kesalahan minggu lalu? Belum lagi dana yang tidak sedikit yag telah dialokasikan untuk penyelenggaraan UN? Apa tidak ada pertanggungjawabannya? (pertanggungjawaban berupa laporan pasti ada dan terperinci, tapi pertanggungjawaban moral telah menghabiskan dana yang besar tanpa hasil yang memenuhi standar?)
Berita
selanjutnya menampilkan Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh,
mengemukakan dengan percaya diri tinggi bahwa UN untuk tingkat SMP diadakan
serentak di seluruh pelosok Indonesia. Saya………tidak tahu lagi harus apa.
Bersungut-sungut pun tak ada gunanya. Didengar pun tidak.
Akhirnya
kembali saya melakukan aktivitas sebelum menonton berita di TV, menyiapkan
rencana pengajaran sambil mencari-cari permainan edukatif di internet. Tapi
rupanya berita tersebut cukup menyita pikiran saya. Baru kemarin menulis
tentang hancur leburnya prosesi UN tingkat SMA yang juga saya publish hari ini.
Saya pikir akan banyak berita bagus untuk ditulis tentang UN tingkat SMP minggu
ini. Rupanya hari pertama sudah menyisakan aib. Jadilah saya luangkan waktu
sejenak untuk menumpahkan uneg-uneg lewat tulisan ini.
Berikut
cuplikan wawancara (berdasarkan ingatan saya) dengan Bapak M. Nuh sekitar
tanggal 16-19 April lalu:
Wartawan : “Pak, bagaimana nie pelaksanaan UN
tingkat SMP?”
Pak
M. Nuh : “Oh, iya, sudah kita
distribusikan. 100% sudah selesai. Terakhir tadi pesawat sekitar jam 1 sudah
berangkat untuk distribusi soal.”
Wartawan : “Terus, tanggung jawab Bapak terkait
pelaksanaan UN kemarin gimana Pak?”
Pak
M. Nuh : “Maksudnya?”
Wartawan : “Iya, gimana pertanggung jawaban Bapak?
Apa siap munur gitu Pak?”
Pak
M. Nuh : “Oh, kalau mundur kan ya
tinggal mundur (sambil melangkah mundur dan tertawa). Gampang kan?”
Oh
Tuhan……. Kenapa seperti ini Menteri yang seharusnya bertanggungjawab, malu, dan
meminta maaf atas apa yang terjadi bersikap? Apa karena begitu groginya beliau
seperti itu? Bukankah kalau merasa bersalah sudah sepantasnya bersikap lebih
santun, bijak, dan berempati atas apa yang dirasakan siswa-siswa yang mengikuti
UN?
Saya
bukan pengajar di sekolah formal. Tak begitu megerti lah saya dengan
langkah-langkah penyelenggaraan UN. Tapi saya rasa orang yang tak pernah
mengecap pendidikan di bangku sekolah pun tahu ada masalah besar dalam UN 2013.
Kira- kira langkah apa yang akan diambil Bapak Presiden untuk memperbaiki
kesalahan anak buahnya yang masih saja santai-santai (setidaknya sikap ini yang
ditunjukkan selama wawancara) padahal sudah ketahuan tidak becus bekerja?
Mudah-mudahan Allah membantunya agar lebih bijak (dan bukan hanya prihatin atas
apa yang terjadi) dan adil dalam mengambil keputusan pasca UN 2013 nanti.
Aamiiiin
0 comments:
Post a Comment