Ada Apa dengan UN???



Belajar semaksimal mungkin, waktu dan materinya. Dari pagi hingga malam hari. Semua buku yang berkaitan dilahapnya hingga titik darah penghabisan. Inilah penggambaran kegiatan para siswa menjelang Ujian Nasional. Di hari-hari yang dijadwalkan,
UN pun dilaksanakan. Pagi-pagi sekali para siswa meninggalkan rumah untuk pergi ke sekolah. Tak lupa meminta doa restu dari orang tua sebagai suplemen. Di gerbang sekolah, suasana mendebarkan sekaligus mencekam karena akan menghadapi ujian penentu kelulusan pun ditambah dengan kengerian saat melihat aparatur berseragam pemerintah berjaga-jaga. Setelah prosesi sakral UN berakhir, tibalah saat-saat mendebarkan penuh harap bercampur cemas. Tak lama, pengumuman kelulusan yang ditunggu-tunggu pun dibaca. Ada yang membaca dengan senangnya, ada juga yang membaca dengan berderai air mata. Perhelatan euforia kelulusan dimulai dengan mencoret-coret seragam sekolah, berpesta pora bersama teman-teman, mabuk-mabukan, hingga seks bebas. Di sisi lain, ketidaklulusan menyisakan kesedihan yang mendalam, malu yang memuncak ditandai dengan tangisan, aksi protes, sampai bunuh diri. INIKAH PENDIDIKAN????

Pelaksanaan UN yang telah dilakukan untuk tingkat SMA menyisakan banyak sekali pertanyaan tentang sistem pendidikan di negara kita Indonesia tercinta. Mulai dari pelaksanaan yang tertunda di 11 provinsi hingga lembar jawaban komputer yang difotokopi. Banyak protes dilakukan terkait carut-marutnya pelaksanaan UN. Sebagian meminta keulusan 100% dengan alasan ketidakbecusan pemerintah. Sebagian lainnya meminta Menteri Pendidikan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai konsekuensi dari kelalaiannya dalam mengatur perhelatan UN. Ada juga yang meminta UN ditiadakan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah; Apakah UN hingga melibatkan aparat militer negara? Seberapa pentingkah UN hingga harus menelan nyawa anak-anak harapan bangsa? Mengapa para siswa menerima perlakuan layaknya pesakitan dan bukannya dihargai atas usaha mereka dan diberi kepercayaan? Dimana soal-soal UN yang pada jadwalnya ditunggu hingga berjam-jam? UN…OHH…UN!!!

Kami sebagai pemerintah kan harus menyediakan pendidikan untuk rakyat. Layak tak layak kita tinjau sambil berjalan. Seiring waktu kita juga akan menemukan formula yang tepat untuk kemudian digunakan sebagai sistem pendidikan di negara kita. Dulu, setiap siswa SMA akan dinyatakan lulus-lulus saja asalkan tidak bermasalah kronis baik dari segi administrasi maupun akademis. Namun kemudian, kok sepertinya ada yang salah. Kita semakin tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Yuk kita ganti sistemnya. Kita coba UAN ya (dimulai tahun 2003 dengan standar nilai kelulusan 3.0). UAN itu Ujian Akhir Nasional. Lalu kami selalu berusaha memperbaiki sistem yang ada hingga lahirlah UN seperti yang sekarang ini. Masalah penyelenggaraannya yang morat-marit, tak ada hubungannya dengan sistem pendidikan. Itu kan cuma kesalahan dalam pendistribusian soal. Tak ada kaitannya langsung dengan sistem pendidikan.

Begitulah kira-kira gambaran carut-marut, morat-marit, serta babak belurnya penyelenggaaraan UN April 2013. Banyaknya tuntutan rakyat menggambarkan ketidakpuasan atas kinerja pemerintah. Di sisi lain, pemerintah yang seharusnya menjadi wakil rakyat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa terkesan berkelit dan berbelit. Berkelit dalam hal mengakui kesalahan yang sangat fatal. Serta berbelit dalam meminta maaf dan mencari penyelesaian.

Cerita di atas hanyalah curahan hati seorang guru yang biasa saja, yang melakukan hal-hal yang biasa-biasa saja setiap harinya, tetapi memiliki mimpi yang luar biasa untuk bangsa ini. Mimpi, ya, hanya mimpi yang luar biasa bahwa bangsanya suatu saat akan memiliki harga diri, etika moral yang terpuji, maju, dan disegani. Sayalah pemimpi tersebut, dan saya mengajak siapa pun untuk bermimpi bersama. Rasanya kok kalau kita fokus pada apa yang ada, mencari-cari kesalahan dan orang-orang untuk dipersalahkan, semua masalah di negeri ini tidak akan pernah selesai. Saya yakin bahwa karakter sebuah bangsa ditentukan oleh sistem pendidikan yang digunakan. Lalu mengapa kita memakai metode “coba-coba” untuk hal sekrusial dan seserius ini? Kalau saya salah menilai mohon dikoreksi. Sekali lagi saya hanyalah guru biasa dengan mimpi luar biasa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Pages

About Me

For me, learning is a never ending process and I just love it. On the other hand, teaching helps me learn faster and better (like it very much). Right now I'm teaching elementary school students, junior and senior high school students and adults.